Sunday, September 23, 2012

Thaif & Kisah Keridhoan Rasul Terhadap Umatnya


Thaif merupakan salah satu kota yang memiliki hawa sejuk, karena berada di lembah pegunungan Asir dan penunungan Al-Hada. Kota yang terletak sekitar 67 kilometer atau 1 jam 45 menit dari Kota Makkah Al-Mukarramah ini terkenal dengan perkebunan Delima, Kurma, sayuran lainnya, termasuk juga banyak tumbuh pohon Zaqqum, pohon berduri.

Hawa sejuk, layaknya seperti udara di Puncak Pas, Bogor, Jawa Barat ini, mulai terasa ketika detikcom bersama sejumlah wartawan melakukan perjalanan ke Thaif tiga tahun lalu. Diperkirakan suhu udara di kawasan ini mencapai 20 derajat celsius, sehingga membuat nyes di kulit.

Jalan menuju Thaif, khususnya ketika melewati Pegunungan Asir dan Pegunungan Al-Hada berkelok-kelok, panjang dan menanjak mengelilingi pinggiran pegunungan hingga puncaknya. Puncak pegunungan yang berbeda
dengan Puncak, Bogor atau tempat lainnya di Indonesia. Pegunungan di sini relatif tidak ada pepohonan, tandus, berbatu dan berpasir.

Namun, ketika memasuki kota Al-Hada sebelum Thaif, sepanjang jalan baru ditemukan sejumlah pepohonan dan perkebunan kurma. Beberapa rumah tradisional juga berdiri di tengah-tengah perkebunan itu. Di sepanjang
kawasan ini juga dipenuhi sejumlah tempat wisata bagi penduduk Arab Saudi. Di tempat ini juga terdapat kawasan yang dijadikan tempat ber-Miqot atau untuk berihrom haji atau umrah, yaitu di Wadi Sair Kabir.

Kesejukan kota Thaif banyak digunakan sebagai tempat peristirahatan dan pariwisata di musim panas. Bahkan para raja dan kerabatnya banyak membangun tempat-tempat peristirahatan di kawasan ini. Sehingga Thaif
juga mendapat julukan Qaryah Al-Mulk atau Desa Para Raja. Di kota ini juga sering diselenggarakan pertemuan-pertemuan dan perjanjian-perjanjian bilateral, regional dan internasional.

Menurut informasi yang diperoleh para mukmin dan sejumlah literatur, sebenarnya di kota ini sering diselenggarakan perlombaan balap onta. Namun, menjelang musim dingin di antara bulan Oktober hingga Januari, di kawasan ini juga di kawasan Al-Safa, adalah musim Delima dan Bunga Anggrek.

Yang menarik, dalam perjalanan rombongan yang disopiri Hamdan Bakri atau Syamsul Nawawi menunjukan sejumlah Pohon Zaqqum yang tumbuh di antara perbukitan dari Thaif menuju Al-Safa. Akhirnya, kami menghentikan sejenak perjalanan, memperhatikan pohon yang ditumbuhi duri-duri yang besar dan tajam, dan tidak ketinggalan berfoto ria, sebelum bubar karena mobil patroli polisi (askar baladiyah) datang.

Maklum, rombongan was-was juga memasuki kota Thaif, karena tidak memiliki Tasrih (surat izin) atau visa mengunjungi kota ini. Sebab selama musim haji, jamaah haji tidak diperkenankan masuk ke wilayah itu, karena hanya mengantungi visa haji, bukan wisata atau visa bekerja. Namun, rombongan memberanikan diri masuk, dan memang tiga pos Check Point yang dilewati tidak pernah menghentikan kendaraan yang ditumpangi rombongan wartawan.

Pohon Zaqqum, memang tidak ada di Indonesia atau negara lainnya. Ini menarik, ditambah lagi di dalam Alquran Surah Al-Waqi'ah ayat 52-56 tentang keberadaan Pohon Zaqqum. Di dalam ayat itu disebutkan bahwa
para penghuni neraka kelak akan diberikan makanan dari Pohon Zaqqum. Para penghuni neraka akan diberi makanan yang luar biasa pahitnya.

Pengalaman Pahit Rasulullah SAW di Thaif

Thaif dalam sejarah awal perjuangan Rasulullah Muhammad SAW memang sangat pahit. Terhitung tiga tahun sebelum hijrah, Rasulullah SAW melakukan perjalanan ke Thaif untuk melakukan dakwah dan mengajak Kabilah Tsaqif masuk Islam. Perjalanan ini dilakukan tidak lama setelah wafatnya Siti Khadijah pada 619 Masehi dan wafatnya Abu Thalib, pelindung utama yang juga paman Rasulullah SAW pada 620 Masehi.

Meninggalnya Abu Thalib dan Siti Khadijah ini yang disegani oleh kaum musyrik Qurais, membuat mereka semakin berani mengganggu Rasulullah SAW. Oleh karena itu, jika warga kota Thaif mau menerima Islam, kota
ini akan dijadikan tempat berlindung bagi warga muslimin dari kekejaman kaum musyrikin Makkah.

Untuk menghindari penganiayaan yang lebih berat secara diam-diam dan dengan berjalan kaki, Rasulullah mencoba pergi ke Thaif untuk meminta pertolongan dan perlindungan. Rasulullah tinggal di Thaif selama
sepuluh hari untuk berdakwah dan meminta perlindungan. Namun, ternyata penduduk Thaif melakukan penolakan dan memperlakukan Rasulullah dengan kasar.

Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW, sehingga kakinya terluka. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah membelanya dan melindunginya, tapi kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah.

Saat itu, Rasulullah SAW berdoa, "Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu."

Dari doa ini tentu semua begitu memahami betapa beratnya cobaan Rasulullah SAW saat itu dalam menghadapi penganiayaan dengan penuh ridho, ikhlas dan sabar, serta tidak pernah berputus asa. Seperti sejumlah cerita yang diriwayatkan kembali ulama hadist terkenal, Imam Bukhori dan Muslim dari Asiyah ra (istri kedua Rasulullah SAW).

Ia (Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah SAW, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?“ Jawab Nabi saw, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“ Rasulullah SAW melanjutkan.

"Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “ Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka." Jawab Rasulullah SAW, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“ Subhanallah..!!

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host