Ikhlas
memaafkan kesalahan orang lain adalah suatu perbuatan yang tidak mudah, apalagi
jika kesalahan yang dibuatnya adalah suatu kesengajaan untuk menyakiti hati
kita. Tapi percayalah keikhlasan kita memaafkan orang yang berbuat salah pada
kita akan membuat kita lebih tenang dalam menjalani kehidupan ini.
Sembilan
tahun yang lalu aku adalah seorang ibu muda yang masih belajar untuk
mengendalikan emosi dalam menjalani hidup berumah tangga. Aku dikaruniai
seorang putri. Kami tinggal disalah satu kompleks perumahan yang rata2 dihuni
oleh pasangan muda yang masing2 juga punya anak yang sebaya.
Mungkin ada
saja orang yang selalu merasa lebih kaya, lebih alim, dan lebih pintar dari
kita. Aku adalah orang yang bisa dibilang disepelekan oleh salah satu tetangga.
Sering tahu2 diam dan nggak mau menyapa tanpa tahu aku salah apa, dan anakku
selalu menangis jika bermain dan disitu ada anaknya dia.
Kubesarkan
hati untuk selalu menyapanya, memberinya sesuatu untuk menghilangkan
kebenciannya meski aku tak pernah tahu apa yang membuatnya marah atau
membenciku, berdoa adalah kunci kekuatan hatiku, karena aku tahu Allah itu
tidak pernah tidur, Allah maha melihat, juga maha mendengar.
Kadang aku
bertanya pada diriku sendiri mungkinkah karena aku termasuk orang yang tidak
mampu saat itu, tapi sudahlah kukubur semua prasangka burukku,karena aku nggak
mau prasangkaku akan menjadi bumerang padaku dan keluargaku. Aku hanya yakin
satu hal bahwa aku masih punya Tuhan yang tidak pernah meninggalkanku yang
selalu akan mendengar doa2 setiap hambanya.
Waktu terus
berlalu, dan Tuhan pun menjawab doaku. Suatu hari dia datang dan meminta maaf
padaku. Meski aku tahu mungkin masih ada perasaan malu untuk mengakui
kesalahannya. Aku rasanya berada di ujung langit yang begitu tinggi, karana aku
telah menundukkannya dengan dia datang ke rumah dan mengucap kata maaf di
depanku.
Semula susah
sekali melupakan begitu saja kesalahan2 dan sikap2 nya yang selalu
menyepelekanku apalagi terhadap anakku. Meski sampai sekarang aku tak pernah
tahu apa yang membuatnya bersikap begitu. Apakah karena dia merasa lebih dan
lebih di bandingkan aku, aku tak pernah menanyakannya. Dan bagiku itu tak perlu
kutanyakan.
Kutanggapi
permintaan maafnya dengan senyuman, meski dalam dadaku berkecamuk perasaan yang
tidak karuan, antara ya dan tidak. Karena sembilan tahun bukanlah waktu yang
singkat untuk kita bersabar menghadapi kelakuannya padaku dan anakku.
Untuk
memunculkan keikhlasan dalam diriku tidaklah mudah. Beberapa malam susah
pejamkan mata, susah khusyuk dalam sholat. Kusembunyikan p erasaan gundahku
dari pandangan suamiku. Sampai suatu hari kusadari bahwa aku harus benar2
ikhlas memaafkannya, baru kurasakan ketenangan dalam hidup. Kuhilangkan
perasaanku yang merasa menang atas permintaan maafnya padaku.
Aku yakin
jika kita selalu ikhlas memaafkan kesalahan orang lain, kita akan selalu
menemukan kemudahan, paling tidak untuk ketenangan batin kita, agar tidak
selalu diselimuti oleh dendam.
Dan satu
yang paling penting adalah kekuatan doa dan kesabaran adalah kunci dari
keikhalasan untuk memaafkan setiap kesalahan.
0 comments:
Post a Comment